RSS

Halaman Terakhir

Ini adalah coretan penaku yang kutaruh di sebuah buku biru besar. Yang pernah kau lihat tapi hanya sekedar melihat depannya.
Ada satu surat yang sebenarnya ingin ku berikan padamu. Didalam buku ini. Di halaman terakhir.

"Mencintai seseorang yang hanya mampu kugapai sebatas punggungnya saja tidak semudah mencintai seseorang yang hanya mampu ku tatap matanya. Dalam bisu aku berteriak, dalam tawa aku menangis, dan dalam hadirmu aku bahagia.

Ini kisah tentang gadis yang mencintai seseorang.... secara diam-diam.

Ada kebahagiaan yang takpernah laki-laki itu lihat ketika gadis itu melihatnya tertawa. Ada kekhawatiran saat gadis itu tak melihat sang lelaki. Dan ada kesedihan yang mendalam ketika gadis itu melihat lelaki itu tertawa, dengan peran ketiga.

Gadis itu bahagia setiap melihat pujaan hatina itu tertawa. Seperti ada kekuatan dalam hatinya saat melihat indahnya senyum dan tawa laki-laki itu. Tapi tidak untuk melihat laki-laki itu tertawa dengan peran ketiga.

Dia tidak bicara tentang apa yang dia rasakan. Tapi air matanya berbicara. Kebohongan terbesar yang selalu di ucapkan "tidak,  aku tidak apa-apa." dari bibirnya selalu menandakan bahwa hatinya, tidak sebaik seharusnya.

           "Kamu selalu tertawa. Aku juga selalu tertawa. Tapi kamu tak pernah tertawa karena aku. Apalagi bahagia bersama aku."   Kata gadis itu.

Dan akhirnya, ketakutan yang dirasakan setiap dia melihat sang pujaan bersama pern ketiga itupun menjadi nyata. Tak ada lagi yang bisa dilakukan gadis yang selalu tersenyum itu, kecuali merelakan. Tidak ada pilihan lagi bagi si gadis. Merelakan sang pujaan pergi dengan peran ketiga yang sebenarnya tidak lebih baik hanya lebih mempunyai kesempatan untuk lebih dekat dengan laki-laki itu.

Hari-hari yang setiap hari berwarna menjadi kembali hitam dan putih. Hari-hari yang setiap pagi gadis itu selalu melewati ruangan dimana ada sang lelaki, gadis itu tersenyum, menjadi menyisakan perih dalam hatinya.

Setiap peran ketiga selalu bertanya "kamu kenapa?" Gadis itu selalu berusaha untuk tidak menyebarkan apa yg sebenarnya ia rasakan.

Sekarang gadis itu hanya bisa mendoakan. Mendoakan sang laki-laki bisa bahagia dengan peran ketiga. Halah. Bullshit. Setiap malam gadis itu selalu menangis. Menunggu tiba waktunya mereka tidak lagi bersama dan lelaki itu memilihnya untuk menjalani hari-hari.

Resiko. Ya. Resiko yang harus diterima si gadis karena tak pernah menyuarakan perasaaannya. Tidak pernah berani walau hanya sekedar matanya. Andai lelaki itu tau alasan apa yang membuat gadis itu tak pernah berani menatap mata lelaki itu. Ia hanya takut ia akan jatuh cinta lebih dalam.. dan terlalu dalam.

"Setidaknya, aku pernah tertawa denganmu. Berada disampingmu. Dan menaiki kendaraan bersamamu. Meskipun tidak berakhir seperti apa yang aku inginkan, setidaknya kita pernah tertawa bersama." ucap sang gadis dengan menghela nafas."

Tidak ada yang menyedihkan di kisah ini. Kecuali, aku sang gadis.